Diaspora Jawa

 Diaspora Jawa  VS Diaspora Madura & Cina


Siapa sangka banyak sekali orang Minang adalah orang Jawa , sejak kerajaan Pagarruyung berdiri di jaman Singasari berlanjut jaman Majapahit , orang Jawa sudah menjadi orang Minang hingga tidak kelihatan Jawanya. Bahkan yang membela adat istiadat Minang adalah orang Jawa Pagarruyung itu yang sampai diserang kaum Padri yang ingin orang Minang jadi orang Arab barbar yang bisa memperbudak orang Batak dan suku lain. Siapa sangka pula banyak sekali orang Batak juga sebenarnya orang Jawa, bahkan ada kecamatan Tanah Jawa di Batak, banyak sekali marga Batak seperti Siregar dan Sinaga adalah orang Jawa. Siapa sangka pula banyak orang Bali adalah orang Jawa, sejak Warmadewa hingga Arya Damar dan Arya Kenceng, mereka sudah menjadi Bali dan melebur di dalamnya.Begitu pula orang Jawa di Malaka, Johor, hingga Selangor dan Madagaskar.


Orang Jawa terutama Jawa klasik luwes dalam berinteraksi, melebur dengan budaya lokal dan malah menjadi orang lokal. Ini menurut saya berkebalikan dengan orang Madura, yang dimana-mana lebih senggol bacok, terutama yang dari daerah Bangkalan dan Sampang, sehingga konflik Melayu-Madura di Sambas hingga Dayak-Madura di Sampit bisa terjadi. Diaspora Cina juga lebih cenderung eksklusif, membuat enklave sendiri yang tidak terlalu membaur. Sebenarnya sah-sah saja seperti itu, tapi seyogyanya itu dihindari agar jika ada pemantik, kerusuhan tidak terjadi. 


Berbudaya sendiri memang tetap perlu, tapi membaur juga sangat perlu. Oleh karena itu saya lihat banyaknya diaspora Cina di Indonesia yang memeluk Kristen itu bermasalah karena malah menjauhkan dari pembauran itu, memeluk Islam lebih bermasalah lagi karena sejarah dimana Cina Muslim lah salah satu awal tercerai berainya Nusantara. Diaspora Cina klasik lebih bagus karena lebih membaur ketika agama yang dianut Buddha, Konghucu, dan Tao. Diaspora Madura yang masih suka carok juga bermasalah, premanisme yang seharusnya bisa diredam secara kolektif ketika tokoh-tokoh Madura aktif melarang carok.


Karena saya melihat berbudaya dan membaur itu bisa dilakukan bersamaan. Orang Jawa di Malaysia tetap dengan reognya dan wayangnya tapi sudah dianggap orang Melayu, orang Bali di Eropa dan Amerika tetap dengan Galungan dan Nyepinya tapi dengan cantik bisa membaur dengan penduduk lokal juga. Hilangkan bagian-bagian budaya yang terlalu tertutup, lebih terbuka menerima kebudayaan lain, mempunyai jatidiri tapi menghormati orang lokal dimanapun berada. 


Dunia itu indah jika Bhinneka Tunggal Ika, perbedaan itu bagus tapi harus dilandasi oleh persatuan. Berbeda-beda tapi sejatinya satu adanya.

Komentar