Seorang teman mengatakan, setiap orang berhak berpendapat di negara ini. Demikian juga Megawati, yang berhak berpendapat bahwa acara di Magelang adalah penghamburan. Tentu, Megawati berhak menyampaikan pendapatnya di depan kader banteng merah, tapi bukan memberi perintah kepada kepala daerah pilihan rakyat.
Tapi saya tidak menanggapi pendapat teman saya, dengan mengatakan bahwa berpendapat amatlah berbeda dengan memberi perintah. Lalu apa tanggapan saya? Berikut tanggapan saya. Tentu, seperti biasa, tidak dengan menyerang teman saya itu, dan tidak pula dengan marah.
1
Selama ini, sejak reformasi, dan selama Orba lebih lama, SEMUA kepala daerah menjalani 2 minggu pelatihan oleh Kemendagri dan sebulan pelatihan kepemimpinan oleh LEMHANAS. Oleh Prabowo keduanya disatukan menjadi 21-28 Februari untuk penghematan. Mungkin Presiden Megawati lupa, di masanya juga sama, Mendagri mengundang semua kepala daerah terpilih, lalu setelah itu Lemhanas.
Mungkin Megawati lebih ingat undangannya kepada Presiden Gus Dur ke rumahnya saat menjabat Wapres. Saat itu, seperti disampaikan Gus Dur kepada Kick Andy, Gus Dur dipertemukan dengan para elit negeri ini, untuk menyepakati rencana bagi bangsa ini. "Saya menolak untuk melanggar konstitusi", demikian Gus Dur.
Setelah itu, Gus Dur dilengserkan dengan tuduhan palsu korupsi lewat Buloggate dan Bruneigate. Semuanya terlihat resmi lewat MPR, padahal para elit, penguasa sejati atas bangsa ini, urunan hingga Rp 3 triliun untuk penjatuhan Gus Dur. Dana itu dikumpulkan oleh Fuad Bawazier, ketua satgas penjatuhan Gus Dur.
2
Setelah lengser, Gus Dur sampai puluhan kali meminta agar dirinya dipanggil oleh pengadilan, untuk membuktikan tuduhan palsu tsb. Tapi setelah pemerintah mengacuhkan dan mengabaikannya, akhirnya Gus Dur memenuhi undangan Kick Andy. Padahal sebelumnya Gus Dur tidak menceritakannya kepada "umatnya" yaitu NU. Mengapa? Untuk mencegah kemarahan di grassroot.
Ketika ditanya oleh Andy Noya, siapa yang menjatuhkannya, Gus Dur menjawab: "Megawati dan Amien Rais". "Kenapa dijatuhkan?" "Ya, tanya mereka dong," Semua yang hadir tertawa.
Sampai akhir hayatnya, Gus Dur tidak menceritakan apa yang diminta para elit saat pertemuan di rumah Megawati. Gus Dur membuatnya menjadi candaan saja, saat membuat semua yang hadir tertawa pada acara Kick Andy.
3
Gus Dur punya pandangan, kekerasan massal di Indonesia di akhir kekuasaan Sukarno tidak boleh terjadi. Demikian juga kekerasan di Jakarta di akhir kekuasaan Suharto terhadap orang-orang yang dianggap sebagai penyebab kemiskinan rakyat, tidak boleh terulang juga.
Indonesia memiliki potensi kekerasan yang besar, dan itu harus dicegah. Jangan seperti di Kamboja, saat Polpot berkuasa tahun 1975-1979. Saat itu, seperempat penduduk Kamboja terbunuh dalam genosida yang brutal. Para orang kaya dan orang pintar, bahkan para sarjana perguruan tinggi, dibantai habis oleh Khmer Merah, karena merekalah penyebab kemiskinan di Kamboja.
Bagi Gus Dur, Indonesia harus berubah dalam damai. Para elit yang membujuknya di rumah Megawati harus berubah atas kesadarannya sendiri. Mereka tetaplah manusia, yang dianugerahi fitrah kecondongan pada kebaikan, dan bisa menjadi baik, untuk akhirnya berguna bagi bangsa ini.
MAM
Komentar
Posting Komentar