Pada abad ke-10 Masehi, prasasti-prasasti dari masa Jawa Kuno telah mencatat berbagai makanan dan minuman yang populer pada waktu itu. Informasi ini umumnya terdapat dalam prasasti-prasasti yang mengatur penetapan sima atau desa perdikan, di mana makanan dan minuman menjadi bagian penting dalam prosesi upacara peresmian sima tersebut. Prof Dr Timbul Haryono dari Jurusan Arkeologi UGM menjelaskan pada tanggal 6 Juni 2015 bahwa beberapa prasasti yang mencatat jenis makanan dan minuman tersebut meliputi Prasasti Taji (901 M), Prasasti Panggumulan (902 M), Prasasti Mantyasih I (907 M), Prasasti Rukam (907 M), Prasasti Watukura I (902 M), dan Prasasti Linggasuntan (929 M).
Dalam Prasasti Taji, misalnya, disebutkan kata ‘wras’ yang merupakan istilah kuno untuk beras. Prasasti ini juga mencantumkan beberapa hewan ternak seperti kerbau (‘hadangan’) dan ayam (‘hayam’) yang disembelih untuk diambil dagingnya. Selain itu, disebutkan pula produk olahan seperti dendeng asin (‘deng asin’) dan telur (‘hantiga’). Ikan pun turut disebut, termasuk yang akrab bagi masyarakat saat ini seperti gurami (‘gurameh’), serta jenis-jenis ikan yang kini mungkin kurang dikenal, seperti ‘kadiwas’ dan ‘bilunglung’. Minuman yang tercatat dalam prasasti ini adalah tuak, yang terbuat dari bahan jenu dan disebut dengan istilah ‘tuak len sangka ing jnu’.
Sementara itu, Prasasti Mantyasih I memberikan informasi tambahan mengenai berbagai jenis pangan dari hewan lain selain kerbau. Dalam prasasti ini disebutkan adanya ‘wok’ atau celeng (babi hutan), ‘wdus’ atau kambing, ‘hurang’ atau udang, serta telur yang dalam prasasti ini disebut ‘hantrini’.
Sumber-sumber Referensi:
Penjelasan dari Prof Dr Timbul Haryono, Jurusan Arkeologi UGM, dalam wawancara pada 6 Juni 2015.
Prasasti Taji (901 M)
Prasasti Panggumulan (902 M)
Prasasti Mantyasih I (907 M)
Prasasti Rukam (907 M)
Prasasti Watukura I (902 M)
Prasasti Linggasuntan (929 M)
#sejarah #fakta #faktasejarah
Komentar
Posting Komentar