Banyak yang tidak menyadari bahwa sains, atau filosofi naturalis, dan teknologi adalah dua disiplin ilmu yang berbeda. Asal muasal kelahirannya pun berbeda, tapi kita sering berpikir kalau keduanya adalah dua sisi pada koin yang sama. Tidak.
Di masyarakat Eropa zaman kuno, teknologi adalah disiplin ilmu teknis yang umumnya dikuasai oleh para tukang atau pandai besi. Ilmu tersebut bukan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan formal tapi melalui proses pembelajaran turun-temurun atau pembelajaran informal macam perguruan silat.
Kalau Anda sebagi tuan tanah di kehidupan zaman kuno menginginkan sebuah mesin kincir angin atau air untuk menggerakkan mesin giling gandum misalnya, Anda tidak akan pergi ke ilmuwan supaya mereka meneliti mesin seperti itu. Anda pergi ke tukang kayu. Teknologi adalah bidang ilmu teknis yang dikuasai para tukang di hampir sepanjang sejarah peradaban. Mau itu mesin ketapel perang, mesin kincir air, sampai mesin pembuka gerbang kastil adalah hasil rancangan para tukang. Tidak ada sangkut pautnya dengan kerjaan ilmuwan atau kaum cendekia. Pun sebagai tukang, mereka juga tidak menerapkan prinsip-prinsip ilmiah dalam merancang, membuat, atau menyempurnakan mesin buatannya. Mereka tidak melakukan penelitian, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, mencatat datanya, menganalisis data itu, mengambil kesimpulan dan memikirkan kemungkinan solusi lebih jauh. Kereta kuda di Eropa abad ke-12 tidak jauh berbeda dengan kereta kuda di Eropa abad ke-17. Lima ratus tahun tanpa perkembangan yang signifikan. Demikian juga dengan teknologi kapal laut, teknologi kincir angin, kincir air, mesin tenun, mesin cetak, dan lain sebaginya. Semua sama saja, tidak ada perkembangan yang signifikan. Bandingkan dengan perkembangan yang terjadi pada teknologi transportasi, komunikasi, dan komputer dalam abad 20 saja.
Disiplin ilmu teknis baru dilirik oleh para ilmuwan sejak Revolusi Saintifik di Eropa abad ke-17. Berdasarkan prinsip viva activa dan pro bono publico seperti yang aku jelaskan di postingan sebelumnya, pada tahun 1620, dalam bukunya yang berjudul “The New Instrument”, filsuf Sir Francis Bacon dari Inggris menyebutkan bahwa “scientia potestas est”, yang secara harfiah artinya adalah pengetahuan adalah kekuatan. Kekuatannya terletak pada dayagunanya bagi kehidupan manusia. Ujian terbesar bagi pengetahuan bukanlah apakah ia benar atau tidak, tapi apakah ia memiliki dayaguna yang konkrit atau tidak. Singkatnya, sebuah teori ilmiah yang membuat kita mampu melakukan sesuatu yang baru dapat dianggap sebagai pengetahuan. Perubahan paradigma sains seperti ini menghasilkan suatu metode pikir tentang bagaimana proses pencarian kebenaran dapat diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia di dunia nyata, bukan di awang-awang atau kehidupan setelah kematian. Inilah salah satu titik percabangan utama yang membedakan antara proses pencarian kebenaran versi sains dan proses pencarian kebenaran versi agama. Kini filosofi bisa digunakan sebagai perangkat mental untuk meneliti bagaimana menyempurnakan desain mesin yang ada, meningkatkan efisiensinya, menambahkan kapasitasnya, atau bahkan membangun konstruksi mesin yang sama sekali baru berdasarkan prinsip mesin yang lama.
Untuk contoh ini akan sangat bagus kalau saya jabarkan bagaimana mesin uap ditemukan, dikembangkan, dan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan kehidupan manusia. Desain mesin uap sebenarnya sudah ada sejak lama. Dari catatan Heron dari Alexandria di era Romawi kuno sudah tertulis bagaimana tekanan uap air dapat digunakan untuk meggerakkan benda seperti membuka pintu kuil atau meniupkan sangkakala. Namun mesin uap seperti itu tidak pernah dibuat apalagi digunakan dalam skala besar. Permasalahannya kemungkinan besar terletak pada ketidakmampuan bangsa Romawi zaman kuno untuk membuat wadah logam yang cukup kuat untuk bisa menahan tekanan uap. Lagipula bangsa Romawi kuno masih belum mengetahui prinsip tentang ruang vakum, tekanan atmosfer, dan karakteristik gas.
Di abad ke-16, mesin uap baru berhasil dibuat meskipun hanya berakhir menjadi mainan anak-anak atau model eksperimen di laboratorium yang tidak pernah diproduksi secara massal untuk tujuan tertentu sebab kemampuannya yang sangat terbatas. Pada awal abad ke-16 pula, melalui sejumlah eksperimen ilmiah sejumlah ilmuwan dari Eropa yaitu Evangelista Toricelli, Blaise Pascal, dan Otto von Guericke menemukan bahwa tekanan atmosfer dapat digunakan untuk mentransmisikan energi pada ruang vakum. Didukung dengan hasil eksperimen ilmiah lain oleh Boyle tentang hubungan antara volume dan tekanan gas, mesin uap pertama yang dapat menkonversi energi panas dari api menjadi energi gerak berhasil dibuat.
Tapi apa aplikasi atau kegunaannya?
Mari kita mundur beberapa langkah untuk melihat beberapa peristiwa sejarah sebelum mesin uap itu menemukan kegunaannya. Pada abad ke-16, negara-negara di Eropa, terutama Inggris, adalah negara kapitalis seutuhnya. Feodalisme sudah runtuh. Mereka menggantungkan nadi perekonomiannya pada aktivitas perdagangan berbagai macam barang dan jasa. Salah satu barang yang produksinya meningkat drastis adalah gelas, lensa, kaca, dan logam. Produksi benda-benda itu semua memerlukan tungku pemanasan yang tinggi. Tungku pemanas tentu memerlukan bahan bakar. Di fase-fase awal, bahan bakar tungku lebih banyak didapatkan dari kayu bakar. Namun seiring dengan semakin tingginya kapasitas produksi, permintaan kayu bakar makin meningkat. Ketika hutan di Inggris sudah mulai gundul, harga kayu bakar melonjak tinggi, para kapitalis mulai mengalihkan perhatiannya ke bahan bakar alternatif yang harganya lebih murah, batubara.
Dengan segera pertambangan batu bara kebanjiran permintaan. Untuk memenuhi kebutuhan batubara, para penambang harus menggali tanah lebih dalam, lebih dalam dari permukaan air laut. Hal ini menyebabkan air mudah merembes masuk dan menggenang di dalam tambang. Pada awalnya, hal ini bisa diatasi dengan menggali lubang horizontal ke tepian bukit dan mengeluarkan air dari sana, namun ketika tambang semakin dalam, metode ini tidak mungkin lagi digunakan. Mereka beralih menggunakan tenaga kuda untuk memompa air keluar dari dalam tambang. Ketika jumlah kuda yang diperlukan semakin banyak dan harga kuda mahal, maka didesainlah pompa yang tersambung dengan kincir air yang ada di sungai. Menyalurkan energi gerak arus sungai untuk memompa air keluar dari tambang. Namun apa yang harus dilakukan ketika segmen sungai yang arusnya deras mulai habis?
Berdasar temuan ilmiah krusial oleh Boyle dan kawan-kawan, Thomas Savery yang juga seorang ilmuwan kerajaan Inggris merancang sebuah mesin uap yang digunakan untuk memompa air keluar dari dalam tambang batubara. Sistemnya sangat sederhana, terdiri dari dua bilik silinder. Mesin itu mengubah energi panas untuk memompa udara keluar dari salah satu bilik, menciptakan kondisi vakum. Ruang vakum itu akan menyedot air dari dalam tambang. Tapi sayang mesinnya ini memiliki efisiensi yang sangat rendah dan mudah meledak. Ia hanya bisa memompa air dari kedalaman sekitar 6 meter saja. Melalui hasil studi ilmiah lanjutan oleh Thomas Newcomen, desain Savery disempurnakan dan mampu memompa air lebih dalam. Dengan seketika mesin buatan Newcomen laris di pasaran. Hampir semua pertambangan batubara menggunakan mesin uap Newcomen.
Hal yang sama terjadi juga di industri wol. Ketika lahan di Inggris sudah mulai habis, harga wol naik dan tidak kompetitif lagi di pasaran Eropa. Inggris mulai melirik kapas dari India. Mereka mengimpor kapas, memilinnya menjadi benang dan menenunnya menjadi kain. Agar harga kain katun murah dan kompetitif, Inggris harus meningkatkan produksinya dengan tidak hanya mengandalkan tenaga manusia. Inggris menggunakan tenaka kincir air. Namun sama seperti problem yang dialami oleh juragan tambang batubara, ketika semua segmen sungai yang deras sudah habis, mereka kebingungan. James Watt, seorang ilmuwan menemukan solusinya. Dari hasil penelitian ilmiahnya, Watt menyempurnakan mesin uap Newcomen, meningkatkan efisiensinya sampai lebih dari lima kali lipat, dan menggunakannya untuk memutar mesin tenun menggantikan kincir air. Dengan seketika produksi kain Inggris meledak di pasaran Eropa.
Saat produksi meningkat drastis, barang-barang hasil produksi yang diangkut menggunakan gerobak semakin banyak dan berat. Jalanan antar kota yang masih didominasi oleh jalan berlumpur menjadi semakin rusak oleh karena roda-roda gerobak yang masuk melesak dalam ke dalam lumpur. Transportasi menjadi semakin lambat. Untuk mengatasi hal ini pemerintah Inggris membangun sistem kanal air yang memungkinkan transportasi melalui air menggunakan kapal-kapal tongkang kecil. Mereka juga mulai bereksperimen dengan membangun troli yang berjalan di atas rel dengan ditarik kuda, tapi ketika harga kuda semakin mahal dan produksi meningkat terus, lagi-lagi ilmuwan melalui eksperimen sainsnya memberikan solusi yang lebih jitu. Desain mesin uap kembali disempurnakan, ditingkatkan efisiensinya sampai 6-7 kali lipat untuk menghasilkan Lokomotif.
Dengan efisiensi mesin uap yang awalnya hanya 0,5% (artinya hanya bisa mengubah 0,5% input panas menjadi energi yang bisa dipakai) menjadi 17.0%, kegunaannya meroket. Ia digunakan di berbagai industri manufaktur menggantikan tenaga manusia. Mulai dari sektor pertanian sampai ke industri baja dan percetakan. Revolusi Saintifik telah melahirkan kompleks antara sains dan teknologi. Kompleks antara sains-teknologi dan kapitalisme membuatnya lebih dahsyat lagi pengaruhnya bagi peradaban sebab yang namanya studi ilmiah dan eksperimen memerlukan pasokan duit, dari mana lagi duit itu berasal kalau bukan dari para kapitalis?
Sampai sini, apa yang dilahirkan kompleks antara kapitalisme, sains, dan teknologi? Revolusi Industri 1.0.
Kedigdayaan kompleks sains-teknologi tidak hanya memikat kaum kapitalis tapi juga para jenderal militer dan politisi. Tidak lama setelah meroketnya industri, bangsa-bangsa di Eropa mulai kehabisan bahan baku produksi. Kelaparan akan bahan baku industri, didukung oleh kekuatan sains-teknologi, dan militerisme, apa yang berikutnya menyusul?
Imperialisme.
Sebenarnya masih ada satu lagi sistem yang berkembang sebagai perpanjangan tangan kapitalisme yang menyokong perkembangan perekonomian masyarakat Eropa di era Renaisans. SIstem ini yang memungkinkan kompleks antara sains-teknologi itu berkembang pesat. Ia memintas doktrin agama yang mengharamkan bunga pinjaman. Aku ceritakan di kesempatan lain.
Itulah sejarah singkat yang menggambarkan krusialnya penguasaan sains dan teknologi. Bangsa-bangsa Eropa bisa memperoleh kekuatan ekonomi, politik dan militernya bukan karena mereka orang yang saleh, taat beribadah, dan lebih disayang Tuhan, tapi oleh karena penguasaan sains dan teknologi. Sains dan teknologi tidak akan lahir tanpa adanya kapitalisme dan demokrasi. Demokrasi bisa lahir karena faktor geografis. Ada pelajaran yang bisa kita petik dari sini, penjajahan yang terjadi oleh bangsa Eropa pada bangsa-bansa lain bukan karena mereka lebih pintar, seperti yang dipercaya mayoritas orang selama ini, tapi oleh karena mereka lebih beruntung secara geografis sejak awal. Dari sejarah pula kita tahu bahwa dorongan melakukan imperialisme bukan tumbuh oleh karena sifat alamiah bangsa Eropa itu jahat, tapi lebih karena dorongan untuk mempertahankan standar hidup sebagian besar rakyatnya.
Kalau penguasaan sains dan teknologi adalah kunci kemajuan bangsa, mengapa bangsa-bangsa di Asia tidak menyadari hal itu dan mengambil langkah serupa?
Komentar
Posting Komentar