Awal Revolusi Industri Dimana


Mengapa Revolusi Saintifik dan Revolusi Industri terjadi di Eropa dan bukan di China, India, atau Mesir? Pertanyaan semacam ini adalah pertanyaan yang acapkali membawa kita pada sebuah jawaban yang bernuansa rasis. Faktor biologis berupa kecerdasan dikaitkan dengan kemampuan bangsa-bangsa Eropa untuk menguasai sains dan teknologi serta memanfaatkannya secara penuh untuk mencapai suatu tujuan. Penjelasan rasis seperti ini juga tak jarang dijadikan justifikasi bahwa mereka adalah bangsa pilihan yang ditakdirkan ilahi untuk menaklukkan bangsa-bangsa lain dan membangun tatanan dunia. 


Apakah benar demikian? Apakah unsur kecerdasan semata bisa menjelaskan mengapa mereka bisa menguasai dan memanfaatkan sains-teknologi dalam skala penuh? Apakah karena unsur kecerdasan semata pula mereka akhirnya bisa membangun perekonomian yang merajai dunia sejak abad ke-19?


Mari kita periksa beberapa fakta di bawah ini.


Di dalam tujuh volume bukunya yang berjudul Science and Civilization in China, Joseph Needham menjabarkan dengan sangat rinci apa saja kemajuan di bidang sains dan teknologi yang berhasil diraih bangsa China mulai sejak beberapa abad sebelum masehi. Tingkat pengetahuan dan kemajuan teknologi mereka jauh melampauhi teknologi bangsa-bangsa Eropa transalpen. Sejak sekitar 300 tahun sebelum Masehi ketika bangsa Eropa masih hidup sebagai masyarakat barbar, buta huruf, dan terpecah menjadi komunitas-komunitas kecil setingkat suku-suku, bangsa China, termasuk India, Persia, dan Mesir sudah mengenal cara membangun kanal banjir, kanal irigasi, kanal transportasi, membangun benteng pertahanan yang rumit, ilmu mekanika yang rumit, mengenal ilmu astronomi, sistem kalender yang akurat, dan matematika. Jumlah kanal transportasi yang dapat digunakan untuk menyalurkan bahan pokok dan tentara sudah berhasil dibangun sejak tahun 221 SM. Di abad ke-6 M, kaisar China dari dinasti Sui memperluas jangkauan kanal navigasi ini menjadi sepanjang 1700 kilometer. Kanal ini disebut dengan Imperial Canal yang menghubungkan China bagian utara, tengah, dan selatan. Jumlah kanal-kanal navigasi, pengendalian banjir, dan irigasi seperti itu yang ada di wilayah China, Korea, dan Jepang mencapai total ratusan ribu kilometer. Prestasi peradaban yang baru berhasil diraih oleh bangsa Eropa pada abad ke-18. Terlambat 1200 tahun dibandingkan kemajuan teknologi peradaban di China. 


Demikian juga dengan ilmu astronomi dan sistem kalender. Ilmu astronomi dan meteorologi China, Persia, India, dan Mesir, tidak hanya akurat untuk memprediksi datangnya musim, tapi juga akurat untuk memprediksi datangnya hujan. Hal ini sangat penting artinya bagi peradaban hidrolik, yaitu peradaban yang tinggal di wilayah beriklim kering atau semi-kering dengan menggantungkan pasokan airnya pada aliran sungai besar. Sungai besar adalah berkah sebab apabila dimanfaatkan dengan benar ia bisa mentransformasi lahan yang tandus menjadi lahan yang sangat subur, namun sekaligus juga kutukan sebab ia akan mendatangkan banjir yang luas saat musim hujan tiba. Peradaban yang tinggal di sekitarnya harus menguasai cara membangun sistem irigasi dan proteksi banjir dengan cermat. Perluasan teknik pembangunan kanal irigasi dapat digunakan untuk membangun kanal navigasi atau transportasi. Ilmu geometri juga berkembang baik di peradaban semacam itu, sebab pembangunan infrastruktur yang rumit tentu memerlukan penguasaan ilmu geometri dan matematika. 


Berbeda dengan sistem pertanian di Eropa yang lebih menggantungkan pasokan airnya dari air hujan sehingga mereka relatif lebih mobil, sistem pertanian di peradaban hidrolik macam China, Persia, dan Mesir tidak bisa berpindah tempat sesukanya. Mereka tidak bisa memindahkan sungai. Dengan demikian, kebutuhan untuk mempertahankan wilayah di sekitar sungai menyebabkan mereka menguasai ilmu cara membangun benteng yang rumit dan sangat efektif dalam mempertahankan wilayah dari serangan bangsa lain. Sistem persenjataan mereka jauh lebih bagus dan cara pembuatannya pun melibatkan mesin yang lebih canggih dibandingkan bangsa-bangsa Eropa. Bangsa China sudah mampu membuat kincir air yang lebih rumit dan efisien dibandingkan Eropa beberapa ratus tahun setelahnya. Sistem peniup tungku pembuatan peralatan logam di China, menurut Needham, adalah prototipe mesin uap di Inggris abad ke-17. 


Kalau memang benar demikian, kembali ke pertanyaan awal, lalu mengapa revolusi saintifik dan industri tidak terjadi di China, Persia, India, atau Mesir? 


Peradaban-peradaban besar di Asia yang umumnya berupa peradaban hidrolik mampu melakukan banyak hal menakjubkan dan mengembangkan teknologi maju didukung oleh kemampuan para kaum birokratnya untuk mengkoordinasi dan mengorganisir penduduk demi kepentingan bersama. Pembangunan kanal imperial di China, misalnya, memerlukan tenaga sebanyak satu juta orang. Jumlah tenaga yang sama yang digunakan untuk membangun tembok raksasa China. Teknologi dan ilmu pengetahuan semata dikembangkan oleh kaum birokrat kekaisaran untuk memperkuat struktur politik kekuasaannya, sebab ketahanan pangan hampir seluruh rakyatnya bergantung pada kemampuan kaum birokrat kekaisaran untuk menjalankan pemerintahan. Mereka yang mampu mengorganisir dan mengkoordinir jutaan tenaga kerja untuk membangun kanal irigasi, adalah mereka yang mampu memproduksi bahan pangan secara efektif dan efisien. Produksi pangan menentukan ketahanan pangan dan stabilitas tatanan sosial. Ketika pasokan air hujan tidak bisa mencukupi kebutuhan air sawah, maka hajat hidup orang banyak bergantung pada belas kasihan Kaisar. 


Sains dan teknologi hasil buah pikir rakyat hanya akan diarahkan untuk memperkuat struktur politik kaisar. Rakyat jelata yang kaya karena hasil penemuan teknologinya memberinya keuntungan lebih dibandingkan rakyat lain akan dengan segera diserap masuk ke dalam birokrasi kekaisaran, atau kalau menolak, ia akan dianggap musuh yang mengancam kedudukan Kaisar. Kondisi alam memungkinkan sang Kaisar untuk memiliki kekuasaan absolut, dan karena keduduka yang absolut itu, Kaisar beserta kaum birokratnya berkuasa di hampir seluruh aspek kehidupan, mulai dari sosial, politik, spiritual, sains, dan teknologi. Kompetisi antar badan pelaku kegiatan komersial, atau kapitalis, tidak pernah menjadi faktor penentu kemajuan di peradaban hidrolik seperti layaknya di Eropa. Sementara di Eropa kemajuan perekonomian bisa diperoleh oleh karena adanya kompetisi antar raja dan para pedagang kaya, hal yang serupa tidak pernah terjadi di China. Kemajuan peradaban China bergantung sepenuhnya pada kepiawaian Kaisar memerintah wilayahnya. 


Kalau kata Karl Wittfogel, seorang sejarawan dan antropolog, “Sebaik-baiknya perlakuan penguasa peradaban hidrolik kepada para kapitalis adalah seperti seorang tukang kebun menyirami tanamannya karena mereka dianggap berguna. Seburuk-buruknya perlakuan adalah seperti tukang kebun yang memotong ranting-ranting tanaman itu sebab dianggap mengganggu.”


Namun perlu diingat, Raja-raja di Eropa bukan tidak mau memiliki kekuasaan absolut seperti Kaisar di China atau Firaun di Mesir. Di setiap kesempatan raja-raja Eropa selalu berusaha meraih kedudukan seperti itu. Mereka sama kejamnya dengan para Kaisar dan Firaun dalam hal menjalankan pemerintahannya. Mereka mengurung, menyiksa, atau menguhukum mati rakyat di bawahnya yang membangkang, namun kemampuan mereka melakukan persekusi kepada rakyatnya terbatas. Ketika mereka memaksakan kehendaknya terlalu jauh, para raja vassal bisa bersatu untuk melengserkan kedudukan Raja Superior itu. Lihat saja apa yang terjadi di Perancis tahun 1789, bagaimana nasib Raja Louis XVI? Ia yang mengklaim dirinya memiliki kekuasaan absolut di Eropa, berakhir dipancung di depan publik. Revolusi sosial-politik semacam itu tidak pernah terjadi di bangsa China, Persia, India, atau Mesir kuno. 


Dengan demikian, kemajuan sains dan teknologi tidak pernah berjalan sendiri di luar kepentingan politik Kaisar. Bagi Kaisar dan Firaun, sains dan teknologi hanyalah salah satu instrumen untuk mempertahankan status quo. Perkembangan dan kemajuannya bergantung pada kemajuan agromanajerial bukan kepentingan individuil rakyatnya. Sementara bagi kaum menengah Eropa, sains dan teknologi justru menjadi instrumen rakyat untuk membebaskan diri dari belenggu penindasan. Di masyarakat Eropa, sains dan teknologi menemukan momentumnya untuk berkembang dengan skala penuh. 


Kalau anda tertarik dengan peradaban hidrolik beserta sains dan teknologinya tapi mengapa sains dan teknologi mereka yang maju tidak pernah memicu revolusi saintifik dan industri, silakan baca buku Karl Wittfogel berjudul Oriental Despotism dan buku Joseph Needham tentang Science and Civilization in China. 


Selanjutnya aku akan menceritakan bagaimana revolusi industri memicu revolusi energi, revolusi pekerjaan, dan revolusi kontrasepsi. Untuk pertamakalinya dalam sejarah, manusia secara kolektif mulai berpikir secara sadar untuk menurunkan laju reproduksinya sendiri. Maraknya fenomena LGBT dan "child-free" sekarang itu tidak terlepas dari itu semua.

Komentar