#CekOmbak
-----------------------
Virus adalah salah satu mikroorganisme yang dianggap asing saat memapar ke dalam tubuh. Reaksi pertama tubuh atas keberadaan virus ISPA, termasuk SRSCV2 penyebab CVD, adalah melindungi diri dengan produksi lendir di mukosa hidung dan tenggorokan. Lendir akan menjebak virus sehingga ia tidak bisa masuk lebih jauh ke dalam tubuh.
Virus HANYA bisa bereplikasi atau memperbanyak diri saat ia berhasil masuk ke dalam sel dengan bantuan spike yang berada di permukaan tubuhnya. Dengan spike, virus menempel dan masuk ke dalam sel, bereplikasi lalu merusak sel. Saat sel rusak, mekanisme immunoseluler akan berlangsung karena tubuh mengenali luka dan kerusakan.
Prostaglandin, Bradikinin, Histamin, Leukotrin akan menyebar di dalam tubuh untuk melunakkan dan melebarkan pembuluh darah agar sel limfosit B yang memproduksi antibodi dapat keluar dari pembuluh darah menuju pusat infeksi, yaitu tempat virus bereplikasi.
Limfosit B akan memproduksi Immunoglobulin M (IgM) yang merupakan antibodi spesifik terhadap virus. Pada saat IgM aktif, ia akan menempeli spike setiap virus sehingga virus tidak lagi bisa menempel dan masuk ke dalam sel. Prosedur penempelan IgM ini berlangsung selama paling lama dua hari, di mana tubuh memberikan gejala peradangan yaitu: kenaikan suhu (demam), pembengkakan kelenjar lymphatic (tumor), perubahan warna pada kulit (rubor), nyeri pada tenggorokan atau bagian tubuh lain (dolor), serta rasa lemah untuk bergerak (functio lesia).
Gejala peradangan sebenarnya adalah alarm bagi pemilik tubuh untuk beristirahat agar tidak terjadi keparahan pada fase viral dan fase sesudahnya.
Setelah dua hari, IgM akan menurun jumlahnya digantikan dengan IgG yang bertugas untuk terus menginaktivasi virus yang jumlahnya bisa mencapai trilyunan. Namun jangan khawatir, meskipun jumlah virus trilyunan, karena ukurannya yang mikro, virus tidak sampai menginvasi seluruh tubuh melainkan hanya sebagian kecilnya saja.
Pada saat IgG keluar, yaitu pada hari ke 7-14 pasca infeksi pertama, merupakan saat di mana seseorang sudah memasuki proses penyembuhan. Pembuluh-pembuluh darah yang melebar dan melunak, kembali normal secara perlahan. Sisa-sisa netralisir virus dibersihkan dari tubuh oleh makrofag yang bekerja sejak dari awal infeksi virus. Seseorang yang sudah berada di dalam fase ini hendaknya berhati-hati dalam aktivitas, dan mengurangi aktivitas berat hingga tubuh sudah kembali fit dengan sempurna yaitu pada hari ke 21-28.
Mengapa infeksi SRSCV2 ini memakan waktu cukup lama hingga saat penyembuhan? Karena tidak dapat dipungkiri, virus ini merupakan virus baru yang belum memiliki rekaman di dalam sel memori tubuh.
Pasca infeksi, sel limfosit B yang mengeluarkan IgM dan IgG juga mengeluarkan IgA dan Sel Memori yang akan bertugas seumur hidup untuk menghajar virus yang sama atau serupa, yang mencoba menginfeksi tubuh kembali. Bilamana terjadi reinfeksi pada seseorang yang telah mengalami infeksi pertama, sel memorinya akan aktif dan mengenali virus dengan segera, sehingga IgA menetralisir virus tersebut dalam waktu kurang dari 24 jam bahkan tanpa gejala.
Lantas, apa yang menyebabkan keparahan, seperti yang dialami DC?
Itu tidak lain adalah karena kelalaian kita dalam menanggapi alarm tubuh untuk beristirahat. Saat indikasi peradangan muncul, di mana sedang terjadi perlunakan pembuluh darah, aktivitas apapun selain beristirahat akan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah tepi hingga pembuluh darah utama. Kerusakan ini dikenal
sebagai endothelial injury.
Bila seseorang mengalami endothelial injury, maka ia memiliki risiko untuk mengalami kerusakan organ yang ditandai dengan keadaan happy hipoxia, mendadak lemah dan pingsan, hingga serangan jantung dan stroke.
Lalu bagaimana dengan vxn?
Vxn merupakan upaya memaparkan virus pada tubuh,. Tubuh kemudian akan memberikan reaksi immunoseluler, yang bertujuan untuk mengaktifkan sel memori terhadap virus, sebagaimana yang terjadi pada infeksi alami. Vxn akan berguna untuk mencegah terjadinya endemi; namun bila vxn diberikan pada masa pandemi, itu adalah suatu kesia-siaan karena virus sudah menyebar kemana-mana dan memapar pada siapa saja.
Selain kesia-siaan, vxn yang dibuat secara terburu-buru dan melalui proses modifikasi dan menjadikan manusia sebagai objek percobaannya, hanya akan memberikan efek buruk pada populasi manusia. Belum lagi bila petugas vxn tidak menganjurkan istirahat pada peserta vxn, sehingga peserta sudah merasa bebas beraktivitas. Akhirnya, peserta vaksin mengalami endothelial injury yang berpotensi merusak tubuhnya, bahkan hingga menimbulkan kematian.
-------------
Thanks to Kak Tjawe Ilyas yang bersedia berbagi ilmu
Thanks to Kak Yulia Sandra Khoto yang mengundang dan mengizinkan saya berbagi info.
Komentar
Posting Komentar