PENISTAAN AGAMA OLEH AGAMA

 

Ada orang-orang yang baik dan tulus disemua agama, setidaknya kita bisa mengatakan bahwa Tuhan akan memperhatikan orang-orang baik itu dan sangat mempedulikan mereka. Tapi sayangnya banyak hal tidak baik (paling tidak menurut saya) yang dilakukan atas nama agama meskipun orang menyangkalinya. Penyangkalan ini sebenarnya menyangkut idealisme seseorang terhadap agama tapi mengabaikan fakta dengan menuduh oknum.


Penyangkalan apapun tidak akan pernah bisa memberi jawaban logis atas fakta yang terjadi dan berulang sampai sekarang. Terorisme, pembantaian, perang, penganiayaan, persekusi atas nama agama, sungguh ironis dan memedihkan hati bagi orang-orang waras bila kejahatan kemanusiaan itu dilakukan atas nama tuhan dan agama.


Semua agama mengklaim memuliakan tuhan yang diyakininya sebagai sang pencipta alam semesta ini dengan berbagai kisah penciptaan yang tertuang dalam kitab-kitab sucinya. Namun pemuliaan sekaligus penistaan terus berjalan berbanding lurus sejak munculnya agama itu. Saling mengklaim paling benar dan menistakan yang lain.


Yang paling seru memang agama semitic-samawi (Yahudi-Nasrani-Islam). Kalau dilihat dari urutannya, yang mana yang paling banyak melakukan penistaan? Kitab orang Yahudi tidak mungkin menistakan kaum Kristen dan Islam karena pada masa itu agama Kristen dan Islam belum eksis. Kitab agama Kristen tidak mungkin ajarannya menistakan Islam, karena pada saat munculnya agama Kristen kaum muslim belum ada. Dari sini kita bisa melihat, ajaran mana yang paling banyak melakukan penistaan terhadap agama lain dengan klaim agamanya sebagai penyempurna?

 

Apakah penistaan itu lazim dan baik? Tentu tidak! Itu sebabnya banyak orang berunjuk rasa berjilid-jilid karena merasa agamanya ternistakan. Tapi apakah sebuah kitab suci agama boleh menistakan kitab suci agama lain atau menistakan kaum lain? Jika kita tidak berstandar ganda, berpikiran lurus dan tidak ambigu, maka harus tegas kita katakan, tidak boleh! Apakah ada kitab suci yang menistakan agama lain atau kaum lain? Ada! Bahkan banyak ayat-ayatnya! Lantas bagaimana jika sebuah kitab suci menistakan kitab suci lain yang sama-sama diyakini sebagai firman tuhan? Nah, disinilah dilemanya! Masihkah kita mau mengakui bahwa kitab suci yang melakukan penistaan terhadap kitab lain dan umat agama lain itu benar-benar bersumber dari tuhan?


Bila tuhan itu ada, pengasih dan penyayang, pasti Dia tidak dapat dikelabui oleh agama yang mengaku mengasihi-Nya tetapi bertindak sebaliknya. Selayaknya tuhan tidak melupakan orang-orang tulus dan baik hati apapun agamanya. Jika menusia membutuhkan identitas, maka agama adalah salah satunya. Tapi apakah Tuhan membutuhkan identitas itu ? Tentu tidak, untuk apa? 


Pendapat atau kata-kata “Kita Semua Barsaudara” seharusnya benar-benar diterapkan tanpa melihat agama, tapi dicontohkan oleh pengusung agama itu dan terimplementasikan oleh umatnya. Bukan malah sebaliknya, agama mempersempit arti persaudaraan menjadi persaudaraan seiman. Bagaimana dengan saudara yang tidak seiman? Dalam sejarahnya, yang tidak seiman saling benci dan saling bunuh, antara orang tua, anak, kakak, adik, paman keponakan, sepupu. Mereka saling bunuh dengan alasan perang suci membela agamanya, nabinya dan Tuhannya.


Darah mereka yang tidak seiman dianggap halal meskipun itu saudara mereka sendiri. Keyakinan dan nafsu menguasai membuat hati mereka tumpul. Moral mereka kandas ketitik terendah ketika mereka mayakini bahwa hal itu dibenarkan oleh agamanya dan dipicu oleh ayat-ayat yang mereka yakini dari tuhan melalui nabinya. Dalam perang konvensional saja, tidak terjadi saling bunuh antar saudara. Kita harus mengajarkan kepada generasi untuk merespek orang dari segala etnis. Kita harus curiga pada agama yang mendukung perang atau yang sebaliknya perang mendukung agama. 


Dalam sebuah acara di TV-ILC yang bisa ditonton seluruh Indonesia. MUI dengan semangat berapi-api menganalogikan seandainya hukum agamanya itu diterapkan terhadap orang yang dianggap telah menistakan agama dan nabi mereka, kemudian ia jabarkan ke public secara rinci tentang hukum penggal yang membuat nurani saya trenyuh, dan semakin miris ketika ia mengatakan bahwa menyerahkan kasus penistaan agamanya kepada hukum negara seolah-olah itu adalah sikap kerendahatian kaum agamanya.


Sedih sekali moralitas kemanusiaan dalam hati ini bila hukum agama penggal memenggal itu dianggap hukum tuhan. Psikopat macam apa tuhannya itu?

Komentar