NU mengharam daging yang ditumbuhkan di laboratorium.
Sebenarnya ini apa sih? Hewan, termasuk manusia, terdiri dari sel-sel. Sel itu ada banyak jenisnya. Sel-sel membentuk jaringan. Jaringan membentuk organ. Organ membentuk sistem tubuh. Jadilah kita makhluk hidup.
Daging bisa kita sebut jaringan. Jaringan ditumbuhkan dengan tumbuhnya sel-sel, dari nutrisi yang dipasok oleh sistem pencernaan. Nah, sistem pertumbuhan sel itu sekarang bisa dibuat tiruannya. Dengan pengetahuan manusia tentang mekanisme pertumbuhan sel, sistem itu dapat ditiru.
Bayangkan ada seekor sapi, dengan berbagai sistem organnya. Nah, di laboratorium cuma jaringan otot yang di-copy lalu dijalankan. Nutrisi untuk menumbuhkan jaringan otot itu dibuat secara sintetis, seperti orang bertani hidroponik itu. Jadi, daging bisa ditumbuhkan tanpa memerlukan seekor sapi.
Kok diharamkan? Dalam Islam daging hewan darat yang boleh dimakan adalah yang disembelih. Daging laboratorium ini bukan hewan, jadi tidak ada proses penyembelihannya. Jadi gimana, dong? Islam melarang mengambil daging dari hewan hidup untuk dimakan. Misalnya tidak boleh memotong buntut sapi dari sapi hidup, kemudian bikin sop buntut. Daging yang diambil dengan cara itu haram.
Nah, sel yang dipakai untuk membuat daging laboratorium ini diambil dari sel sapi hidup. Jadi dianggap sama dengan memotong buntut sapi tadi.
Kalau dipikir, memotong sebagian hewan lalu memakan dagingnya tidak menimbulkan masalah dari sisi mutu daging, nutrisi, maupun kesehatannya. Hanya saja itu menyiksa hewan. Karena itu memang sebaiknya tidak dilakukan. Tapi mengambil stem cell hewan untuk menumbuhkan daging tentu proses yang sama sekali berbeda. Jadi seharusnya tidak bisa disamakan.
Ini contoh kasus di mana agama sulit berpadu dengan kemoderenan. Agama harus mempertahankan cara pandang belasan abad lalu. Banyak produk teknologi masa kini yang tak cocok dengan pandangan masa lalu itu. Apakah bukan berarti agama memilah mana yang etis dan tidak dari produk teknologi? Bukan. Dalam hal ini tidak ada masalah etika. Semata soal tidak berani meninggalkan narasi yang sudah ada.
Komentar
Posting Komentar