Emiliania huxleyii adalah nama latin fitoplankton yang banyak ditemukan di laut, mulai dari laut di wilayah khatulistiwa sampai mendekati garis kutub. Ia diprediksi sudah ada sejak 500 juta tahun lalu dan bisa dianggap sebagai bentuk model kehidupan nenek moyang banyak makhluk hidup di bumi, termasuk manusia. Fitoplankton ini memiliki cangkang yang terbentuk dari kalsium karbonat. Ia juga memiliki kemampuan untuk memproduksi vitamin D2 dan turunannya dari provitamin D2 pada membran selnya terkalau terpapar radiasi ultraviolet B (UV B) dari sinar matahari.
Ilmuwan masih belum tahu pasti apa fungsi vitamin D2 yang terbentuk di membran sel fitoplankton itu. Tampaknya vitamin D2 bisa berfungsi sebagai proteksi bagi molekul DNA, RNA, dan protein dari radiasi UV B, sebab spektrum panjang gelombang sinar UV B yang mampu diserap oleh vitamin D2 dan turunannya berhimpit dengan DNA, RNA, serta protein. Semakin intens sinar UV B yang menumbuk membran sel Emiliania huxleyii, semakin banyak ia memproduksi vitamin D2. Jumlah vitamin D2 mungkin juga berfungsi sebagai molekul sinyal bahwa si fitoplankton sudah menerima cukup radiasi UV B sebelum bergerak masuk ke kedalaman laut untuk menghindari radiasi UV B.
Dari model di bentuk kehidupan sederhana di atas, ilmuwan menarik kesimpulan kalau tampaknya peran sinar matahari dan vitamin D yang dihasilkannya dari senyawa 7-dehidrokolesterol (provitamin D) adalah sesuatu yang sangat vitial bagi kehidupan. Kemampuan ini ditemukan mulai dari makhluk hidup yang paling sederhana sampai ke manusia, Homo sapiens. Ditambah lagi dengan fakta bahwa nenek moyang kita dulu, hominin pertama, muncul pertama kali di benua savana Afrika, dekat dengan garis khatulistiwa. Lokasi yang sarat dengan paparan sinar matahari dengan intensitas tinggi sepanjang tahun. Sinar matahari tidak hanya vital bagi tumbuhan sebagai bahan bakar proses fotosintesis, tapi juga sangat vital bagi banyak hewan, termasuk manusia, sebagai bahan bakar proses pembentukan vitamin D3 dari provitamin D di jaringan kulit.
Pertamakali ditemukan, vitamin D diprediksi erat kaitannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan kerangka tubuh. Sebab, tanda-tanda seseorang yang kekurangan vitamin D adalah berupa penyakit rakitis. Penyakit rakitis dikarakteristikkan dengan adanya hambatan pada proses “pengerasan” tulang. Tanpa vitamin D, maka kadar kalsium di dalam tulang anak selama proses tumbuh kembang sangat sedikit. Kalau kadar kalsium itu rendah, maka tulang tidak akan memiliki konsistensi yang keras. Ia akan mudah bengkok dan patah. Kita bahkan bisa membuat simpul dari tulang kalau kadar kalsium itu mencapai nol.
Tapi apakah fungsi vitamin D hanya meningkatkan proses akumulasi kalsium dalam tulang? Tampaknya tidak.
Agar vitamin D dapat bekerja pada suatu sel atau jaringan, maka sel atau jaringan tersebut haruslah memiliki reseptor terhadapnya, yang disebut VDR (Vitamin D receptor). Reseptor ini bisa diibaratkan sebagai antena televisi. Agar anda bisa melihat siaran di televisi, maka Anda harus punya antena televisi. Nah, belakangan diketahui kalau selain sel-sel tulang (osteoblast) ada banyak sekali sel di tubuh kita yang memiliki VDR. Sel-sel tersebut adalah sel-sel endotel (sel yang melapisi dinding pembuluh darah), sel makrofag (salah satu sel darah putih), sel B (sel penghasil antibodi), sel saraf, sel ginjal, sel beta-pankreas, sel kelenjar payurdara, sel kelenjar prostat, bahkan sel otot jantung. Dari hasil penelitian di laboratorium, peran vitamin D tidak hanya meningkatkan aktivitas sel tulang untuk menimbun kalsium, tapi juga salah satunya mempengaruhi sel darah putih untuk lebih aktif menghasilkan zat antimikrobial yang disebut cathelicidin. Ia juga mempengaruhi kekuatan kontraksi otot jantung, mengendalikan tekanan darah, mengendalikan sekresi hormon insulin dari beta pankreas, sampai meningkatkan kemampuan sel darah putih untuk memerangi sel kanker.
Dari hasil penelitian, mereka yang kekurangan paparan sinar matahari, memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita hipertensi, penyakit jantung, kanker, diabetes, dan infeksi virus berulang. Bahkan di Australia, negara yang sering disebut sebagai “ibukota kanker kulit”, mereka yang kekurangan paparan sinar matahari memiliki risiko yang tinggi untuk menderita kanker selain jaringan kulit, penyakit jantung, dan diabetes. Mereka yang kekurangan paparan sinar matahari memiliki risiko kematian (all cause mortality) yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang lebih rajin berjemur.
Kalau menyadari fakta ini, tampaknya para pendahulu kita ada benarnya ketika memilih matahari sebagai sesuatu yang layak dipuja. Karena ia pemberi kehidupan dan kesehatan di bumi. Mustahil ada kehidupan seperti yang kita lihat sekarang tanpa matahari.
Bagaimana tepatnya vitamin D terbentuk dari paparan sinar UV B? Berapa lama kita harus berjemur untuk mendapatkan vitamin D? Apa keunggulan mendapatkan vitamin D dari berjemur daripada suplemen? Dan apakah mereka yang sudah rajin berjemur masih perlu konsumsi vitamin D? Saya akan coba jelaskan secara rinci nanti.
Komentar
Posting Komentar