Pentingnya Memahami Bedrest

 

Hisnindarsyah Dr dr Mkes MH

Editor: Maufiroh Nurhidayah


Meningkatnya kasus kematian isoman, reinfeksi, hingga kematian pasca vaksinasi telah menggemparkan khalayak. Beragam spekulasi berusaha mencari penyebabnya. Namun ada satu hal yang terlupakan, yaitu tentang pentingnya membangun kesadaran bedrest.


Bedrest yang dimaksudkan di sini bukan sekedar rebahan biasa. Namun rebahan total. Sama sekali tidak boleh turun kasur dan berakivitas. Jika mau BAB, BAK, sholat, makan, minum, dilakukan di atas kasur dengan rebahan atau tiduran.


Ya, bedrest masih merupakan hal yang aneh bagi masyarakat Indonesia. Apalagi jika ada anjuran bedrest di saat demam ringan, maka kedua alis akan bertaut dan dahi berkerut, 

_"Kok bedrest? Wong cuma keluhan gitu doang?"_



Mengapa bedrest bisa mencegah dari gejala berat dan kematian akibat penyakit covid-19? Karena dengan bedrest akan mencegah keparahan jejas vaskuler (luka pada pembuluh darah atau endothelial injury).


_Bagaimana prosesnya? Kok bisa begitu? Aneh dehh, masak cuma rebahan doang?_


Begini, ketika terjadi peradangan, akibat repon luka yang ditimbulkan akibat infeksi virus alami ataupun peradangan karena respon vaksinasi, maka zat kimia pemicu radang (para agen radang) akan bekerja. Agen radang itu apa saja? Ada prostaglandin, bradikinin, histamin, dan leukotrin.


_Bagimana kerja agen radang? Lalu mengapa bisa terjadi jejas vaskuler? Kemudian apa hubungannya dengan bedrest?_


Ketika ada luka akibat infeksi ataupun vaksinasi, maka jaringan tersebut akan mengeluarkan sinyal kemokin untuk memanggil makrofag. Lalu makrofag datang untuk memakan jaringan yang rusak dan memakan patogennya juga (virus). Lalu makrofag akan mengeluarkan sinyal sitokin yang akan memberikan pesan pada endotel untuk membuka pintu agar teman-teman pasukan darah putih yang lain bisa keluar.


Ketika sitokin sampai pada endotel, dia akan mengaktivasi reseptor selectin. Selectin ini sensitif dengan karbohidrat yang dimiliki oleh neutrofil. Sehingga jika ada sitokin, neutrofil akan bergerak lebih pelan.


Neutrofil juga memiliki reseptor integrin. Integrin ini berikatan dengan reseptor yang dimiliki endotel, yaitu ICAM. Adanya ikatan antara Integrin dan ICAM akan menyebabkan neutrofil berhenti bergerak di daerah sekitar luka.


Kemudian jaringan yang luka itu akan memberi sinyal untuk pengeluaran Bradikinin. Bradikinin adalah zat kimia yang dapat membuka celah endotel (hipermiabilitas). Sehingga ketika celah endotel terbuka, neutrofil bisa keluar dari pembuluh darah menuju sel/jaringan yang luka/rusak itu lalu memakannya.


Lalu Bradikinin juga akan mengaktifkan sel mast. Dimana sel mast ini akan mengeluarkan histamin. Histamin dapat melebarkan dinding-dinding pembuluh darah pada endotel kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma dan sel darah merah. Yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan dan warna kemerah-merahan.


Bradikinin juga akan mengaktifkan prostaglandin pada sel endotel sehingga prostaglandin dapat merangsang sel saraf dan memunculkan rasa nyeri.


Itulah mengapa pada saat terjadi inflamasi (peradangan) akan muncul 5 tanda, yaitu Kalor (demam), tudor (nyeri), Rubor (kemerahan), Tumor (bengkak), dan fungtio laesa (penurunan fungsi). Penurunan fungsi pada kasus covid-19 ditandai dengan Anosmia (hilangnya penciuman), karena lokasi infeksinya berada pada nasofaring yang di situ terdapat serabut saraf Olfactory reseptor.


Nah, jika saat tubuh sudah kasih 5 tanda radang itu artinya tubuh minta istirahat. Stop dulu aktivitasnya. Karena para agen radang ini akan membanjiri seluruh aliran darah dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seluruh dinding pembuluh darah termasuk endothelial artery dalam posisi hipermiabel, berdilatasi (melebar dan melunak) akibat kerja agen radang tadi.


Jika tubuh diistirahatkan, maka kerja jantung akan melambat. Aliran darah menjadi lebih ringan. Tapi jika tidak rebahan/tiduran , maka jantung akan memompa darah lebih cepat. Akibatnya aliran darah kencang dan turbulen melewati dinding endotel yang sedang berhipermiabel itu.


Adanya gesekan aliran darah kencang bisa melukai dinding endotel. Luka pada endotel itulah yang di sebut endothelial injury atau jejas vaskuler. Robekan/luka pada endotel ini akan memicu bekuan (thrombus). Lalu thrombus itu akan dilapisi oleh kolesterol LDL agar tidak mudah lepas (aterosklerosis). Jika selama fase ini tidak bedrest, maka bekuan-bekuan itu mudah lepas karena gesekan aliran darah turbulen.


Jika bekuannya lepas (thrombosis) atau istilah umumnya korengan, maka korengan ini bisa menyumbat pembuluh darah. Jika korengannya menyumbat pembuluh darah arteri jantung dan otak, bisa menyebabkan serangan jantung dan otak. Bisa fatal menyebabkan kematian mendadak. Jika korengannya menyumbat pembuluh darah vena, bisa menyebabkan trombosis superfisial, trombosis vena dalam (deep vein thrombosis), serta emboli paru.


Itulah yg terjadi pada pasien Covid-19


Mengapa bisa terjadi serangan multi organ? Hal ini karena infeksinya lokal, namun respon peradangan memiliki dampaknya sistemik. Belum lagi jika punya peradangan lama yang belum selesai (radang kronis), seperti Diabetes, hipertensi, dsb, maka itu akan memperparah kondisi. Karena sebelumnya terkena covid, di dalam aliran darahnya sudah banyak aterosklerosis. Jika ateroskelosis itu lepas, maka sepanjang aliran pembuluh darah akan banyak korengen. Banyaknya korengen ini ditandai dengan D-dimer yang tinggi.


Adanya penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah akibat jejas vaskuler ini juga mengganggu pendistribusian oksigen. Sehingga kadar oksigen di dalam darah berkurang (hiposekmia). Hiposekmia menyebabkan sel dan jaringan kekurangan oksigen (hipoksia). Hipoksia ini memicu aktifnya HIF (Hipoksia Induce Factor). Aktifnya HIF akan memicu respirasi anaerob.


Sehingga pada pasien covid yang tidak lekas mendapatkan bantuan oksigen akan tinggi kadar gula darah dan kolesterolnya.


_Lalu apa yang terjadi jika kasus pasien covid yang sudah dinyatakan sembuh (swab antigen/PCR negatif), langsung beraktifitas sebelum memastikan luka di dalamnya (jejas vaskuler) sembuh total?_


Akibatnya bekuan-bekuan yang sebenarnya sudah mulai kering, akhirnya terlepas. Sehingga muncul luka baru. Bekuan yang lepas itu (korengen) yang bergerak mengikuti aliran darah, berpotensi menyumbat dimana saja, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga pada pasien post covid atau Long covid syndrome bisa terjadi serangan jantung.


Lalu jika dites dengan antigen, bisa jadi masih positif karena bangkai virusnya masih ada. Tes Antigen dan PCR tidak bisa membedakan virus utuh/potongan/aktif/bangkai. Inilah yang terjadi pada kasus reinfeksi. Mengapa pada kasus reinfeksi yang sudah punya data sel memori dan kadar antibodi masih ada di dalam darah, tapi bisa bergejala berat untuk kesekian kalinya.


Dengan melanjutkan bedrest hingga semuanya pulih, akan membantu mencegah dari kerusakan dan kematian. Sampai kapan bedrestnya? Sampai kiranya semua tes laboratorium menunjukkan hasil yang normal.


Setelah Isoman, harus dilanjut BedRest minimal 1 minggu sampai 2 minggu. Setelah vaksin, harus bed rest 1x24 jam sampai dengan 3x 24 jam. Dan skala Bedrest adalah 10-12 jam/hari. Sedangkan skala Rest normal adalah 8 jam/hari


Agar badan tetap prima maka jaga imun dengan tidur cukup (8+2jam/hr), minum air cukup (2L/hr), pikiran ringan, hati bahagia, makanan bergizi, dan memperbanyak ibadah dengannya. Tetap jaga prokes 6M dan Vaksin jika belum. 


Salam semangat berbagi ilmu di minggu cerah


31.07.2021.

Hisnindarsyah dokterGeJe-DoktorGePe

Editor : Maufiroh Nurhidayah


Trimakasih trio Lumay Giserel yang inspiratif: 

Doc DoLittle ,brewok ngemesin dr Tjawe Ilyas , and off course prov perledengan Iman Fauzan Syarief juga untuk senior Dr dr Sigit Nurfianto spOG


#CumadokterGeJe

#bukanspesialiasapalagiahlivirusatauahlilain

#hobbymakantidurguyonbelajaryangsimple

#hidupituindahjangandibikinruwet

#Selalubersyukur

#Horeduren

Komentar