IPO Garuda dan Top Tier Teori

 Ketika akan IPO, Garuda Indonesia dari sisi flag carrier, yaitu maskapai yang membawa bendera NEGARA, tidak dalam posisi top tier.


Salah satu ukuran top tier adalah interkoneksi. Interkoneksi ini diukur dari daya jelajah pesawat itu ke banyak negara di dunia.



Singapore Airlines, flag carrier Singapura melakukan strategi interkoneksi dengan bandara Changi sebagai "game changer", bukan semata airlines Company bertarung sendiri di atas langit.


Emirates melakukan copas strategi Changi, dengan memperluas interkoneksi tak sebatas transit ke banyak kota di Dunia dari Dubai airport, tapi juga sepaket dengan menyulap gurun pasir menjadi destinasi wisata.


Dalam kondisi seperti itu, Garuda menempuh upaya branding agar mencapai status layanan sekelas dengan airlines lain, yaitu penumpang naik garuda bisa nyambung pake pesawat lain yang dalam satu kelompok aliansi..


Biaya branding dari mulai lagu iklan, cat pesawat, kualitas air line crew sampai jadi sponsor Liverpool


Upaya itu menjadikan Garuda masuk ke dalam Sky Trax Alliance...


Dari sisi ini, bagi airline lain interkoneksi ke kota lain di Indonesia, bisa nyambung pake Garuda


Kondisi itulah yang kemudian menjadikan Garuda rajanya rute domestik, yang makin mematikan saudaranya Merpati.


Karena, satu-satunya yang bisa dijual di jaringan sky trax adalah interkoneksi Indonesia.


Disaat yang sama, Garuda juga ingin menghidupkan long flight dari JAKARTA ke UK dan USA, untuk itulah dibeli dengan juga skema sewa pakai pesawat berbadan besar...


Masalah terjadi, bandara Soetta traficnya padat... pesawat airlines lain berbadan besar sudah penuh, pendek kata runway landasan Soetta dan traficnya tak memungkinkan pesawat itu dipakai...


Dalam posisi itu ada soal klasik lemahnya perencanaan, tapi eksekusi sudah dilakukan. Kenapa maksa seperti itu? Saat ini kita tau, karena ada korupsi, yaitu fee pembelian dan kontrak pesawat


Beban itu selama ini sedikit tertutupi, karena gemuknya rute domestik dikuasai Garuda. Pandemi Covid merontokan itu.


Sisi lain, posisi changi yang sudah menguasai interkoneksi kemanapun, membuat mimpi Garuda meningkatkan interkoneksi dengan aliansi Sky Trax selalu kalah, karena transit 1 jam ke SQ, orang sudah bisa dan dari kemanapun di dunia


Jadi, merestrukturisasi Garuda sebagai flag carier adalah soal bagaimana kita sebagai bangsa berstrategi #YNWA "you never walk allone" seperti Liverpool yang pernah di sponsori Garuda


Perlukah Garuda Indonesia dipertahankan sebagai "Flag Carrier"?


Pertanyaan itu, kalo dibawa ke #baper mode ON, bisa digoreng call sign bendera merah putih di angkasa sama dengan Rupiah di mata uang...


Dalam menjawabnya, tak bisa sekedar mengandalkan #baperisme tapi juga harus pake indikator manajemen strategi sebuah bangsa...


BUMN harus dipetakan ke dalam 2 titik sumbu horizontal, yaitu barang (jasa) publik dan non barang (jasa) publik dan 2 titik sumbu vertikal, yaitu profit centre dan cost centre


Sehingga ada 4 kuadran: (1) Barang Publik dan Profit Centre; (2) Barang Non Publik dan Profit Centre; (3) Barang Publik dan Cost Centre dan (4) Barang non publik Cost Centre


Nah, Garuda ada dimana saat ini? Ada di kuadaran (4) barang non publik dan cost centre


Apa itu barang non publik? 


Yaitu, barang yang jika negara tidak hadir di bisnis itu, masyarakat masih dapat memperolehnya dan atau perannya sebagai inflatoir masyarakat kebanyakan (yang menuntut peran negara mengatur harga) itu tidak terpenuhi.


Artinya, karena sekarang jadi beban, dan bukan barang publik secara pragmatis tak ada kepentingan negara mempertahankan bisnis ini.


Tapi, tunggu dulu, kita tengok dulu soal call sign "flag carrier" ini soal eksistensi Negara juga...


Artinya apa? Ada peran strategiknya, berupa social capital negara dalam peta dunia lalu-lintas di langit.. 


Jadi, kalo diselamatkan, maka posisi cost centre saat ini harus menjadi profit centre setelah ditolong oleh "Negara"


Bagaimana itu dilakukan, ya harus dilakukan audit investigasi, bersihkan kotoran yang membebani struktur biaya Garuda, dan yang korupsi harus dihukum.


Kemudian, strategi 'flag carrier" ke arah profit centre harus dengan kebijakan integratif soal interkoneksi bandara.


Ngak usah muluk pengen kayak Changi. Bisa menjadikan potensi wisata seluruh wilayah Nusantara dengan interkoneksi aliansi Garuda dengan Airlines lain untuk direct flight kemanapun di Indonesia dari negara manapun, yaitu Garuda yang menyambungnya.


Jadi, pesawat kecil model bombardir yang bisa sampai ke bangka belitung jauh lebih baik daripada maksa punya pesawat besar buat long flight tapi ngak mampu terbang   


Quick Win seperti itu yang harus dicari momennya, agar saat covid berakhir, semuanya sudah siap...


Demikian rangkaian status saya soal Garuda... menjawab ada yg minta saya bahas Garuda..


Ya, itu pandangan saya....


#en

Komentar