Pilpres Iran sudah keluar hasilnya. Dari tujuh kandidat yang bersaing, kontes demokrasi-demokrasian itu dimenangkan oleh Ebrahim Raisi, kandidat paling konservatif di antara yang lainnya. Dia menang dengan angka cukup meyakinkan, 62%. Raisi akan menggantikan presiden Hassan Rouhani, yang dikenal cukup "moderat."
Politik di Iran mirip Israel. Kaum ultra-konservatif memenangkan Pemilu. Dalam beberapa tahun ke depan, Timur Tengah bakal semakin panas, karena dua negara bermusuhan kini dipimpin oleh tokoh yang doyan perang dan cara-cara kekerasan. Iran akan semakin bersemangat mengompori Hamas menyerang Israel.
Sebelum memenangkan Pilpres, Raisi adalah seorang hakim agung. Dia dikenal dekat dengan Ali Khamenei, sang ayatullah uzma, pemimpin spiritual Iran. Dia berkarir di politik dan bergabung ke dalam rezim Islam tak lama setelah Revolusi 1979. Karirnya dimulai sebagai seorang jaksa di sebuah kota kecil di Iran.
Raisi dikenal sebagai jagal yang mengirim puluhan ribu tahanan politik ke tiang gantungan dan regu tembak. Pada 1988, dia ditunjuk menjadi salah satu tim pengadilan untuk memutuskan nasib tahanan politik, yang dituduh melawan pemerintah. Tim itu dikenal dengan "Komite Kematian", karena hampir seluruh tahanan dieksekusi mati. Sebagian mereka mati dipenjara karena siksaan brutal.
Raisi dikenal bengis dan tak mau berkompromi dengan lawan-lawan politiknya. Menjelang Pilpres, dia merancang aturan yang menghalangi calon-calon moderat dan progresif untuk ikut Pemilu. Alhasil, tujuh kandidat yang ikut bersaing semuanya konservatif. Hanya beda intensitasnya saja.
Amnesty International menganggapnya sebagai pelanggar HAM berat. Amerika menuduhnya sebagai orang paling bertanggungjawab terhadap penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan ribuan aktivis politik Iran dalam beberapa tahun terakhir. Kelompok oposisi di Iran memanggilnya "algojo" dan "pembantai" manusia yang tak punya hati.
Timur Tengah bakal semakin suram.
Komentar
Posting Komentar