Janet Parker, asal Inggris, adalah manusia terakhir di Bumi yang meninggal dengan diagnosis Variola mayor, atau lebih dikenal dengan istilah smallpox. Parker sudah mulai menunjukkan gejala sejak 11 Agustus 1978. Saat itu ia mengeluh nyeri kepala dan otot, kemudian disusul dengan munculnya ruam-ruam di kulit seluruh tubuh yang tampak seperti cacar air. Awalnya, ia menduga sedang terserang cacar air namun gejalanya makin memburuk setelah itu. Ruam seperti cacar berangsur terisi nanah. Tanggal 20 Agustus ia dilarikan ke Rumah Sakit East Birmingham. Kondisinya menjadi kritis sejak 6 September dan akhirnya meninggal pada tanggal 11 September 1978, tepat sebulan sejak gejala pertama muncul.
Tampaknya tidak ada yang menarik dari kisah di atas. Begitulah nasib orang dengan infeksi smallpox yang memiliki angka mortaitas mencapai 97%, tapi kematiannya ini menjadi skandal besar di Inggris.
Janet Parker berprofesi sebagai fotografer medis di Fakultas Kedokteran Universitas Birmingham, Inggris, tepatnya di departemen Anatomi. Kantor tempat mengolah foto-foto hasil jepretannya berada tepat di atas Laboratorium Virologi Universitas Birmingham yang dikepalai oleh Profesor Henry Bedson. Pada tahun 1978, Profesor Henry Bedson mendapatkan dukungan dari WHO untuk meneliti virus cacar (poxvirus) yang berpotensi menyebabkan pandemi di masa depan. Salah satu virus yang ia teliti adalah virus Variola mayor strain “Abid”. Strain itu diambil dari seorang anak laki-laki Pakistan bernama Abid delapan tahun sebelumnya. Entah bagaimana caranya strain virus dalam laboratorium Bedson ini bisa masuk ke tubuh Parker yang berada satu lantai di atasnya kendati Parker tidak pernah berkunjung ke laboratorium itu. Awalnya para penyelidik curiga bahwa virus masuk melalui ventilasi udara dari laboratorium virologi menuju ruang cuci foto Parker, namun dugaan ini dibantah sampai saat ini, meninggalkan misteri itu tidak terpecahkan. Satu hal yang jelas, beberapa minggu sebelum kejadian ini, inspektor laboratorium memang sudah mengeluhkan faktor keamanan laboratorium Bedson yang dinilai kurang memadai. Bedson mengabaikan hal itu dengan pertimbangan bahwa laboratoriumnya toh akan ditutup beberapa bulan ke depan setelah penelitiannya selesai.
Setelah kematian Parker, publik menjadi heboh. Berita tentang smallpox menjadi tajuk berita di Inggris. Maklum, di akhir tahun 1970-an, WHO sudah ancang-ancang mengumumkan keberhasilannya memberantas penyakit infeksi pertama di dunia, tapi ternyata masih ada satu lagi orang yang mati terinfeksi smallpox. Skandal ini membuat Bedson depresi dan ditemukan tewas bunuh diri di rumahnya dengan cara menggorok lehernya sendiri.
Penyakit smallpox ini menarik. Dari sejarah penyakit inilah pertama kali kata vaksinasi dipakai. Sekitar 110 kilometer dari Birmingham, yaitu tepatnya di Berkeley, Gloucestershire, Inggris, Edward Jenner pertama kali mengenalkan istilah vaksinasi di tahun 1796. Edward Jenner adalah seorang dokter bedah sekaligus ilmuwan multitalenta. Di tengah wabah smallpox yang seringkali datang dan pergi, ia mengamati bahwa ada subpopulasi wanita yang tampaknya kebal terhadap infeksi smallpox. Wanita-wanita itu bekerja sebagai pemerah susu sapi. Jenner berpikir bahwa mereka mendapatkan kekebalan terhadap smallpox karena sebelumnya sudah pernah terinfeksi oleh virus yang serupa, tapi menginfeksi sapi, yaitu cowpox. Kemiripan penyakit cowpox dengan smallpox menyebabkan sistem kekebalan tubuh wanita itu “keliru” mengenali smallpox sebagai cowpox dan dengan demikian mereka yang sudah menjadi kebal terhadap cowpox, menjadi kebal juga terhadap smallpox.
Untuk menguji hipotesisnya, pada bulan Mei 1796, Jenner mengambil keropeng luka bekas ruam cowpox dari seorang wanita pemerah susu sapi bernama Sarah Nelms, lalu menginjeksikannya ke dalam kulit seorang bocah, James Phipps, anak tukang kebunnya, yang berusia delapan tahun. Phipps muda berlum pernah terkena smallpox. Setelah prosedur itu, Phipps mengalami demam beberapa saat lamanya disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak, lalu kondisi membaik setelah 9 hari. Pada bulan Juli 1796, Jenner kembali menginjeksi kulit Phipps dengan virus, tapi kali ini virus yang ia injeksikan adalah virus smallpox. Tepat seperti dugaan Jenner, Phipps baik-baik saja. Jenner membuktikan bahwa prosedurnya sukses menginduksi terbentuknya kekebalan tubuh melawan smallpox. Ia menyebut prosedur ini dengan istilah “Vaccination”, yang berasal dari kata “Vacca” dalam bahasa latin yang berarti “sapi”. Kenapa “sapi”? Karena virus cowpox, atau vaccinia, yang diapakai sebagai bahan penginduksi kekebalan itu berasal dari sapi.
Prosedur injeksi Jenner ini sebenarnya bukan hal yang baru. Pada abad ke-17, orang-orang dari China, India, dan Afrika sudah mengenal teknik inokulasi atau variolation. Inokulasi berasal dari bahasa latin “inoculare” yang berarti mencangkokkan. Beda dengan teknik inokulasi Jenner, untuk menciptakan kekebalan terhadap smallpox, maka dalam kuit seseorang diinjeksikan materi nanah kering yang berasal dari penderita smallpox lain bukan dari cowpox. Teknik ini tidak selalu berhasil, kadang inokulasi yang dilakukan justru menyebabkan si resipien malah terserang penyakitnya sampai mati, atau tertular penyakit lain dari tubuh si donor, misal sifilis. Angka kematian prosedur ini cukup tinggi, tapi tetap masih lebih tinggi risikonya kalau tertular penyakitnya sendiri. Untuk meningkatkan angka keberhasilan dan keamanan vaksinasi, Jenner mengembangkannya dengan menggunakan cowpox.
Teknik Jenner dalam mengembangkan vaksinasi menjadi batu fondasi ilmuwan-ilmuwan modern mengembangkan vaksin. Vaksin berisi virus mati, lemah, atau sebagian materi virus yang dimasukkan ke dalam tubuh orang dengan harapan sistem kekebalan tubuh orang “keliru” mengenali virus tersebut sebagai virus asli yang ganas dan membentuk kekebalan terhadapnya. Dengan demikian, orang tersebut menjadi kebal terhadap virus asli penyebab penyakit tanpa harus berhadapan dengan penyakitnya sendiri yang mengancam nyawa.
Kalau di luar sana ada kalangan antivaksin yang mengatakan bahwa virus asli lebih aman ya monggo. Semoga smallpox tidak menjadi wabah lagi ke depannya. Iya memang benar virus asli smallpox bisa menginduksi terbentuknya kekebalan yang sama bagi mereka yang selamat dari infeksi. Saya ulangi, yang selamat ya, sebesar 3%. Selamat mencoba, semoga beruntung.
Komentar
Posting Komentar