Istilah Efek Placebo

 Sebagian besar di antara kalian pasti sering mendengar istilah efek placebo. Orang biasa menyebut efek placebo sebagai efek yang muncul karena faktor sugesti. Efek placebo beda dengan tidak ada efek sama sekali. Efek placebo ini benar-benar bisa dirasakan oleh si subyek. Efeknya riil, kadang bisa sangat obyektif, misalnya meredanya keluhan batuk. 



Efek placebo biasanya digunakan sebagai pembanding dari efek obat dalam suatu penelitian uji klinis. Jadi dalam satu kelompok subyek diberi obat yang diuji, sedangkan kelompok lain diberikan air saja atau larutan gula yang diklaim mengandung bahan aktif obat. Nah kalau hasil pada kedua kelompok tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan efektivitas, maka dibilang bahwa efektivitas obat yang diuji tidak lebih baik daripada efek placebo, efek yang muncul tidak ada kaitannya dengan kerja obat melainkan “sugesti” pasiennya saja. 


Placebo diambil dari kalimat bahasa latin dalam kitab suci Kristen: “Placebo Domino in regione vivorum”, yang artinya Saya akan menyenangkan Tuhan di negeri orang-orang hidup. Placebo mengandung makna sesuatu yang menyenangkan, memberikan rasa nyaman. Nah kebalikannya adalah nocebo, sesuatu yang memberikan rasa sakit atau tidak nyaman. 


Sampai sekarang ilmuwan masih bingung menjelaskan efek placebo, atau nocebo. Ilmuwan kadang mengaitkan efek placebo dengan fenomena Pavlovian conditioning. 


Apa itu Pavlovian Conditioning?


Pada tahun 1897, seorang pakar fisiologi bernama Ivan Pavlov berkebangsaan Rusia, menemukan bahwa banyak peristiwa biologis di dalam tubuh kita adalah hasil proses pembelajaran yang terjadi di bawah sadar atau di luar kendali tubuh kita. Temuannya ini ia dapatkan dari hasil eksperimennya pada sekelompok anjing. Anjing-anjing dalam eksperimennya ia beri makan bersamaan dengan bunyi lonceng. Setelah mengulang-ngulang proses ini, Pavlov mencoba membunyikan lonceng saja, tanpa memberi mereka makan, dan mengamati apa yang terjadi pada anjing-anjing itu. Ternyata, produksi air liur mereka meningkat hanya dengan mendengar bunyi lonceng meski mereka tidak mencium atau melihat makanan. Peningkatan produksi air liur jelas adalah proses biologis di luar kendali sadar. Anjing tidak dengan sengaja atau mampu mengendalikan produksi air liur semaunya. Proses ini murni refleks, meskipun ternyata bisa “diprogram” oleh faktor eksternal. 


Nah hal yang sama bisa terjadi pada orang yang disugesti sedemikian rupa, dibuat yakin bahwa suatu obat bisa meringankan gejala sakitnya, atau bahkan menyembuhkan sakitnya, akan benar-benar merasakan perbaikan pada gejala-gejala yang ia derita meski kenyataannya obat yang dimaksud hanya berisi tepung terigu. Ini yang disebut efek Placebo akibat Pavlovian Conditioning. 


Sebaliknya, seseorang bisa merasakan timbulnya berbagai keluhan yang tidak nyaman kalau diberitahu bahwa suatu obat bisa berdampak buruk bagi tubuhnya. Hal ini sudah beberapa kali menjadi bahan eksperimen. Sekelompok orang yang diberi tahu bahwa suatu obat bisa menimbulkan rasa nyeri atau batuk memang akhirnya benar-benar menimbulkan rasa nyeri atau batuk, meski ternyata obat tersebut hanya berisi tepung terigu. Efek seperti ini disebut dengan efek nocebo akibat Pavlovian Conditioning. Baik efek placebo maupun nocebo tidak selalu muncul pada setiap orang, dan mereka tidak sama dengan tidak ada efek sama sekali. 


Nah bagaimana jika efek nocebo ini muncul pada sebagian orang Indonesia yang menerima vaksin? Selama ini banyak di antara mereka terpapar oleh berita-berita hoaks tentang efek buruk vaksin. Sangat mungkin setelah “terpaksa” menerima vaksin keluarlah efek nocebo ini. Hal ini akan semakin mengkonfirmasi keyakinan mereka dan membuat orang lain menjadi semakin takut vaksin. Ketakutan akan menyebabkan efek nocebo, efek nocebo akan mengkonfirmasi ketakutan dan demikian seterusnya menyebar seperti  kebakaran yang tidak terkendali. Ya tidak heran kalau pada akhirnya data survei menyebutkan kalau 41% penduduk Indonesia enggan divaksin. Memang tidak semua orang yang menolak vaksin beralasan takut oleh efek samping vaksin, tapi yang jelas faktor ketakutan itu berkontribusi besar.

Komentar