Rediscovery of Singasari
Dalam salah satu perjalanannya, pada tahun 1803, Nicolaus Engelhard, Gubernur pesisir timur laut Jawa, mendengar adanya sebuah candi di sekitar Malang. Menjadi seorang sarjana amatir barang antik Jawa, hal ini membangkitkan minatnya. Ia singgah di sebuah desa kecil, Singosari, di perbatasan hutan di sepanjang jalan Malang-Surabaya, beberapa kilometer dari Malang. Di sana, di antara tembok-tembok runtuh yang ditumbuhi pepohonan, bebatuan lepas, dan patung-patung terbengkalai, ia menemukan Candi Singosari dan patung-patung Hindu yang megah. Inilah awal mula penemuan kembali peninggalan seni kerajaan Singhasari.
Nicolaus Engelhard (1761-1831), "penemu" Singosari, berusia 16 tahun ketika dia bekerja untuk Perusahaan Hindia Belanda. Ia tiba di Batavia pada tahun 1777 dan dengan cepat naik ke puncak Kompeni. Pada tahun 1801, ia diangkat menjadi Gubernur pantai timur laut Jawa, posisi terpenting kedua di koloni Belanda. Dengan hubungan melalui bibinya dan istrinya dengan keluarga Altings, salah satu keluarga paling terkemuka di Batavia, Engelhard adalah anggota elit Belanda. Ia juga seorang penikmat budaya Jawa dan kolektor barang antik.
Ketertarikannya pada barang antik Jawa pasti telah mengarahkan Engelhard ke reruntuhan Singosari pada tahun 1803. (Kami tidak memiliki catatan tentang kunjungannya tetapi tampaknya, dari surat-surat kemudian, bahwa dia hanya mengunjungi candi yang masih berdiri (Candi Singosari) dan tidak menyadari keberadaannya. keberadaan sisa-sisa lainnya) Ada beberapa ketidakpastian tentang tanggal pasti penemuan Candi Singosari oleh Engelhard. Pada tahun 1903 disimpulkan bahwa tahun 1804, berdasarkan surat Komisaris Jenderal Du Bus de Ghisignies, tertanggal 1827, di mana ia menulis bahwa dua patung yang akan dikirim ke Belanda adalah milik sebuah kuil/candi di Malang yang ditemukan pada 1804.
Pada tahun 1939 Jessy Blom, menyimpulkan bahwa itu benar tahun 1803. Ini didasarkan pada sebuah surat oleh Engelhard sendiri, juga dari tahun 1827. Engelhard menulis: “Gambar schets yang saya miliki, bahkan sebelum kedatangan Docter Horsfield di Jawa, "ditemukan sebuah Candi pada tahun 1803, di alam liar Malang” (Enam patung yang saya miliki, sebelum kedatangan Docter Horsfield di Jawa, berasal dari sebuah candi yang ditemukan di alam liar Malang pada tahun 1803)
Engelhard menemukan kuil/candi itu ditumbuhi belukar dan tidak terawat, Ia memindahkan patung dari candi dan menempatkannya di taman kediamannya di Semarang. "Patung-patung yang dipindahkan termasuk patung Nandishvara, Mahakala, Durga, Ganesha, Nandi, dan Siwa". semuanya sekarang menjadi koleksi Museum Nasional Kebudayaan Dunia.
* Transfer patung
Bagi orang Eropa awal abad ke-19 memindahkan patung dari reruntuhan kuil/candi saat itu diperbolehkan/dibenarkan, yang berarti menyelamatkan patung² itu dari pelapukan lebih lanjut dan dari penghancuran penduduk setempat. Maka tidak mengherankan jika apa yang terjadi pada barang antik Yunani, Romawi dan Mesir juga terjadi pada patung-patung Jawa.
Sementara Raffles mengkritik kerusakan yang menurutnya disebabkan oleh Engelhard (Raffles versus Engelhard) pada candi, ia tidak keberatan dengan pemindahan patung ke Semarang. Raffles, seperti Engelhard, adalah seorang kolektor, seperti yang ditunjukkan oleh koleksi perunggu Jawa miliknya yang kini disimpan di British Museum di London.
Namun, pada 1904, opini telah berubah: G.P. Rouffaer menyebut tindakan Engelhard sebagai "perampokan kuil besar pertama di Singosari". Perlu disebutkan bahwa penjarahan, pemindahan patung dari lokasi aslinya, dan penggunaan pura sebagai tambang juga merupakan praktik yang umum di kalangan masyarakat lokal.
Meski demikian, tak semua orang Jawa senang dengan tindakan Engelhard. Menurut laporan tahun 1814 oleh Kolonel Adams, penduduk desa di Singosari memindahkan beberapa patung yang tersisa lebih jauh ke dalam hutan untuk mencegah pemindahan lebih lanjut. Laporan lain juga menunjukkan bahwa reruntuhan Singosari tidak sepenuhnya diabaikan oleh masyarakat setempat. Engelhard sendiri sudah mencatat bahwa warga desa masih mempersembahkan sesaji untuk arca di lokasi candi.
Pada awal abad kesembilan belas, Candi Singosari hanyalah reruntuhan belaka, ditumbuhi pepohonan. berdiri di tengah hutan. Meskipun penduduk desa masih memberikan persembahan kepada patung-patung di situs tersebut, mungkin pada hubungan tertentu antara lima hari seminggu di Jawa dan tujuh hari seminggu, seperti yang masih terjadi, candi itu tidak dikenal dunia luar. Kita tidak tahu bagaimana tepatnya Engelhard mendengar tentang keberadaan candi tersebut, tetapi kunjungannya pada tahun 1803 membuat Singosari tidak terlupakan.
Dalam dekade berikutnya, Candi Singosari menjadi salah satu daya tarik utama Jawa Timur. Kuil ini dikunjungi oleh pegawai negeri, pelukis dan juru gambar, cendekiawan, bangsawan dan turis, termasuk Sir Thomas Stamford Raffles, Letnan-Gubernur Jawa (1811-1816), dan Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Siam (Thailand).
Fotograaf: J.H. (Jaap) van Oeveren
Malang, jawa timur 1924
NMvW__TM-60052467
Komentar
Posting Komentar