Politik dan Kepentingan

 Politik dan Kepentingan


Setiap orang pada dasarnya punya kepentingan. Setiap orang pun berpolitik. Pengertian berpolitik adalah terlibat dalam urusan arah negara. Perbedaannya terletak pada soal dia berpolitik praktis atau tidak, intens atau tidak. Demikian pula soal kepentingan. Ada yang memikirkan kepentingan jangka pendek, ada yang jangka panjang.


Saya punya kepentingan, soal ekonomi, misalnya. Saya bekerja di perusahaan. Saya menikmati hasil investasi yang ditanam perusahaan. Bagi saya, banyak perusahaaan berinvestasi membuka peluang makin banyak orang bisa bekerja seperti saya. Kalau makin banyak orang bekerja, makin banyak orang sejahtera. Secara ekonomi itu bagus.


Tapi kalau investasi tadi dilakukan dengan merusak lingkungan, memberi efek negatif kepada masyarakat, atau dilakukan secara korup, pada akhirnya kita semua akan menanggung akibatnya. Itu juga bagian dari kepentingan saya. 


Saya tidak berpolitik praktis. Kepentingan jangka pendek saya adalah saya tetap punya pekerjaan dan penghasilan. Kepentingan jangka panjang saya adalah Indonesia yang lebih makmur dan berkurang korupsinya. Hal-hal itu selalu saya suarakan.


Orang pada posisi yang berbeda akan menyuarakan kepentingan yang berbeda. Tetangga saya di akun sebelah, tidak punya kepentingan politik jangka pendek. Kepentingan dia jangka panjang, yaitu terwujudnya gagasan ekonomi sosialis yang dia anut. Maka dia terus menyuarakan soal itu.


Ada orang yang berpolitik praktis. Tujuan jangka pendek pemain politik praktis adalah mendapat jabatan politik. Atau, paling tidak dapat jabatan sebagai imbalan politik. Misalnya jadi komisaris BUMN. Mereka biasa menyebut diri relawan, yang mengumpulkan dukungan politik, atau pakar yang memberi masukan kepada tokoh politik, untuk membuat dia menang. Atau konsultan politik.


Tujuan jangka panjang mereka pun macam-macam. Ada yang ingin mendapat jabatan yang lebih tinggi lagi. Dapat uang lebih banyak lagi. Ada juga yang ingin Indonesia lebih baik lagi.


Seperti saya tadi, pemain politik praktis berbicara sesuai kepentingan dia, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kebanyakan mereka lebih kuat menyuarakan kepentingan jangka pendek, karena imbalannya lebih jelas. Nah, kepentingan itu biasanya harus menyesuaikan dengan kubu politik. Kalau dia pindah kubu, maka suaranya pun berubah.


Contoh paling legendaris adalah Prabowo. Waktu kampanye, begitu kencang serangannya kepada Jokowi. Eh, begitu kalah, dia berubah arah, ikut berbaris di belakang Jokowi. Prabowo sedang secara nyata menunjukkan kepentingan dia yang paling utama, yaitu mendapat jabatan.


Mirip dengan itu, Anies Baswedan. Waktu masih berada di kubu Jokowi, dia sangat getol menyerang Prabowo. Ketika dia butuh kendaraan, dia pindah ke kubu Prabowo. Sesekali dia menunjukkan perlawanan kepada Jokowi.


Di level yang lebih rendah kita bisa melihat Ngabalin, Dahnil, Refly, Eep, dan masih banyak lagi. Semua sama saja. Mereka adalah orang-orang yang menempatkan kepentingan politik jangka pendek di tempat tertinggi. 


Saya tidak punya kepentingan politik yang berhubungan langsung dengan situasi politik praktis. Jadi saya bisa menjaga jarak dari kekuatan politik mana pun. Kalau kepentingan saya berubah, mungkin saya akan berperilaku seperti mereka juga. Saya katakan mungkin. Hingga saat ini saya masih merasa belum sanggup. Saya misalnya selama ini suka mengejek Prabowo dan Megawati. Rasanya sulit bagi saya untuk suatu saat nunduk-nunduk di depan mereka. Tapi saya pun manusia. Bisa jadi saja nanti pun saya berubah.


Kesimpulannya, lihatlah orang-orang dalam konteks itu. Jangan buru-buru memuji seseorang sebagai orang idealis sebelum dia teruji secara jangka panjang. Orang seperti Buya Syafi'i Maarif, mungkin bolehlah kita puji sebagai tokoh idealis. Yang lain, mungkin ada, tapi tak banyak.


Karena itu, jangan pula mengidolakan seseorang di panggung politik. Jokowi jelas punya kepentingan. Kepentingan jangka pendek dia, jadi presiden 2 periode sudah tercapai. Kepentingan lain, entahlah. Mungkin melapangkan jalan bagi anak-anak dan menantunya untuk mengikuti jejak politik dia. Atau untuk menjamin kekuasaan di periode berikutnya tetap dipegang oleh kelompok dia. Apapun bisa. 


Sementara itu orang-orang di sekitar dia juga punya kepentingan. Mereka leluar duit banyak untuk menjadikan Jokowi presiden. Itu tentu bukan sumbangan amal yang imbalannya mereka nantikan di akhirat kelak. Imbalannya sekarang, saat Jokowi masih berkuasa.


Tentu saja mereka pun punya kepentingan jangka panjang juga. Tapi sering kali kepentingan jangka pendek mereka lebih jelas terlihat.

Komentar