*ANALISIS JURNALISTIK: NAJWA LAKUKAN CYBER BULLYING KEPADA MENKES TERAWAN*
Manuel Follow. Sep 30, 2020
Melihat apa yang dikerjakan oleh Najwa Shihab dalam melakukan wawancara kursi kosong yang harusnya diisi oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, saya langsung buru-buru menganalisis secara sederhana, terkait apa yang dikerjakan. Karena saya merasa ada ketidakpatutan di dalamnya.
Saya tidak mau berasumsi lewat perasaan. Lantas saya mencari-cari tentang kode etik jurnalistik. Dan betapa terkaget-kagetnya saya menemukan bahwa ternyata Najwa yang marganya sama seperti Rizieq, melakukan pengkhianatan dan pelecehan terhadap jurnalistik. Apa saja yang dilakukan? Mari kita korek.
*Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.*
Pertama, Mata Najwa melanggar kode etik kebebasan berpendapat. Loh? Kok bisa kebebasan berpendapat yang dilanggar oleh Najwa? Begini bung. Ketidakmauan seseorang terhadap diwawancara adalah hak prerogatif yang tidak boleh diganggu gugat.
Namun Najwa Shihab memaksa-maksa Terawan untuk datang. Padahal Terawan sudah mengutus dirjen kementerian kesehatan untuk datang ke sana. Ditolak. Ditolak untuk hadir sebetulnya biasa saja. Tapi jika setelah ditolak, kemudian tetap melakukan framing bahwa Terawan tidak datang, itu adalah pelecehan.
Terawan bebas untuk memilih apakah dia mau hadir atau tidak. Mau disebut pengecut pun silakan. Akan tetapi, kenapa Najwa malah melakukan bullying terhadap Menteri Kesehatan, dengan cara mewawancarai kursi kosong? Ini sudah kurang ajar.
Kedua, Najwa tidak akurat. Dia tidak memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan akurasi. Seharusnya Najwa mengatakan dengan jelas bahwa Menkes sudah mengirimkan dirjennya. Lalu mereka menolak. Setidaknya, semua orang perlu tahu apa yang menjadi latar belakangnya.
Kalau pun Terawan tidak mau, ya sebutkan alasannya. Alasannya kalau tidak ada, tapi kan sudah ada Dirjen Menkes yang mewakili, lalu ditolak. Kenapa harus Terawan? Inilah yang tidak diketahui oleh orang-orang banyak.
Ketiga, Najwa Shihab tidak beritikad baik. Dia kelihatan ingin memframing buruk pemerintahan pusat. Mulai dari debat dengan Presiden Jokowi tentang mudik dan pulang kampung, saya sudah jijik lihat ini. Dan saya menulis hal ini, bukan di media yang masuk ke Dewan Pers. Saya nulis di Seword. Ini opini. Jadi beda. Saya sengaja ingin memperlihatkan bahwa Najwa ini salah.
*Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.*
Pertama, Najwa Shihab tidak menghormati hak privasi. Terawan memiliki privasi. Mungkin saja dia sibuk urus Covid 19. Apa yang Terawan katakan, sering dipelintir keluar oleh media yang justru back fire. Beberapa kali Terawan muncul di awal-awal Covid 19 masuk ke Indonesia.
Apa yang dia katakan, di backspin dan dianggap sebuah lelucon. Dan keluarnya lelucon. Kenapa sih? Apakah karena Terawan itu agama minoritas? Halah. Saya sih nggak mau berprasangka buruk. Yang pasti, kemungkinan besar Terawan tutup mulut, karena dia tidak mau disalahartikan lagi.
Dari sini kita melihat bahwa Najwa juga tidak menghormati pengalaman Terawan yang mungkin memiliki trauma dengan wartawan macam orang ini. Kalau Terawan datang ke acara Mata Najwa, pasti di backspin lagi.
Setiap kali Najwa motong orang ngomong di acaranya gua selalu mikir “Nih cewek pasti naksir gua dan gua pasti tolak.” Belum selesai ngomong, sudah dipotong. Kalau Anies sih gapapa, kalimatnya lu cincang tipis-tipis juga bodo amat gua. Lah ini Luhut dipotong, Jokowi dipotong. Kan kurang ajar.
Sebenarnya masih ada beberapa pelanggaran kode etik jurnalistik di pasal-pasal berikutnya.
Ini baru pasal 1 dan 2. Nanti saya akan melanjutkannya kalau saya niat. Tidak berlebihan jika kita berkesimpulan bahwa Najwa ini melakukan cyber bullying kepada menteri. Kasihan. Pengalaman belasan tahun di media, ternyata akhirnya hanya seperti ini...
Najwa Shihab merasa diri lebih penting dari Presiden karena dia menganggap dirinya untuk memanggil menteri-menteri Jokowi. orang yang memiliki marga sama dengan Rizieq Shihab ini dan juga tidak kebetulan mendukung Novel Baswedan, menjadi orang yang tidak lagi netral.
Kaidah jurnalistik dilawan dan jauh dari kata profesional. Mangkel saya melihat bagaimana Najwa beberapa kali sering memotong dan memprovokasi orang-orang yang tidak ia suka khususnya belakangan ini.
Kita harus sadar juga bahwa memang pemerintah Indonesia masih belum maksimal menanggulangi wabah di Indonesia. Tapi bukan berarti mereka boleh untuk di bully ataupun di sindir-sindir dengan talak lewat acara-acara murahan seperti itu. Yang memiliki hak prerogatif menilai kinerja menteri sebetulnya adalah Presiden Joko Widodo, bukan Najwa. Ganti nama saja jadi Mata Nadrun.
Begitulah kadrun-kadrun.
Komentar
Posting Komentar