Beli Rumah, Negara Ikut Pesta

Beli Rumah, Negara Ikut Pesta

Saya baru saja membeli sebuah rumah. Harganya tidak mewah, cukup sederhana. Tapi sudah lebih dari cukup untuk keluarga kecil saya. Rasanya seperti pencapaian besar — setelah kerja keras sekian lama, akhirnya punya tempat yang bisa disebut “rumah sendiri”. Tapi tahu nggak? Yang senang bukan cuma saya dan keluarga. Negara pun ikut berpesta. Karena ternyata… ada semacam “biaya syukuran” yang wajib dibayarkan ke negara. Namanya: pajak. Dalam setiap transaksi jual beli rumah, ada dua jenis pajak yang langsung muncul:1. PPh (Pajak Penghasilan) – Dibayar oleh Penjual , 2,5% × Rp800.000.000 = Rp20.000.000 2. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) – Dibayar oleh Pembeli5% × (Rp800.000.000 – Rp60.000.000) 5% × Rp740.000.000 = Rp37.000.000Total Pajak: Rp57.000.000 Bayangin: Setelah kerja keras bertahun-tahun, menabung, cari rumah, berjuang dapat cicilan, begitu transaksi selesai... negara langsung panen Rp57 juta Tanpa bantu cari rumah. Tanpa bantu renovasi. Tanpa bantu cicil KPR.Apa sudah cukup? Belum. Masih ada biaya balik nama, biaya akta jual beli, notaris, yang kalau dihitung-hitung bisa antara Rp6 juta sampai Rp11 juta. Belum biaya-biaya tambahan lainnya. Akhirnya saya sadar: Yang perlu dibenahi bukan cuma cara bayar, tapi cara bernegara. Karena satu hal yang tak bisa kita lupakan: Negara tak pernah benar-benar hadir ketika rakyat kesulitan punya hunian yang layak. Tapi negara selalu hadir — saat waktunya menarik pajak dari rakyat yang akhirnya bisa punya rumah.



USUL SAYA

Mereka yang beli Rumah yang harganya dibawa Rp. 500 juta jangan kenakan pajak dulu, Pajak sesudah 10 Tahun memliki Rumah, Pengembang maju, Rakyat Makmur, Negara Seang.

Komentar